Masjid Al-Anwar Artikel 9 Hal yang Membatalkan Puasa

9 Hal yang Membatalkan Puasa

Dikutip dari : Fiqih Praktis Buya Yahya

Artikel Puasa
  1. Memasukan Sesuatu Ke Dalam Salah Satu Lima Lubang, Yaitu:
    1. Mulut
    2. Hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut adalah membatalkan puasa. Untuk memudahkan pemahaman kita, harus kita rinci hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut.
      Ada empat hukum dalam memasukan sesuatu ke lubang mulut, yaitu:
      1. Membatalkan puasa
      2. Yaitu di saat kita memasukkan sesuatu ke dalam mulut kita dan kita menelannya dengan sengaja saat kita sadar bahwa kita sedang puasa. Jadi, yang menjadikannya batal adalah karena menelan dengan sengaja. Oleh karena itu, jika ada orang memasukkan permen atau es krim ke dalam mulutnya maka hal itu tidak membatalkan puasanya, asalkan tidak ditelan.
        Catatan Masalah Ludah
        Ada hal yang perlu kita perhatikan, yaitu masalah ludah. Ludah itu jika kita telan tidak membatalkan puasa dengan syarat:
        • Ludah kita sendiri
        • Tidak bercampur dengan sesuatu yang lainnya
        • Ludah masih berada di tempatnya (mulut)
        • Bahkan, seandainya ada orang yang mengumpulkan ludah di dalam mulutnya sendiri dan setelah terkumpul lalu ditelan, hal itu tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, menelan ludah akan membatalkan puasa jika salah satu syarat di atas ada yang tidak terpenuhi, seperti karena dia menelan ludahnya orang lain, atau menelan ludah yang sudah bercampur dengan sesuatu, seperti: permen, es krim atau makanan yang masih tersisa di dalam mulut kita atau menelan ludah yang sudah dikeluarkan dari mulutnya lalu diminum maka itu semua membatalkan puasa.
          Catatan:
          Masalah sisa makanan di dalam mulut. Sisa makanan di mulut ada dua macam:
          • Jika sisa makanan di dalam mulut bercampur dengan ludah dengan sendirinya dan susah untuk dipisahkan maka apabila ditelan tidak membatalkan puasa. Misalnya, orang setelah makan sahur lalu tidur dan tidak sempat berkumur atau sikat gigi lalu menduga di dalam mulutnya ada sisa–sisa makanan. Jika sisa makanan tersebut sudah tidak bisa lagi dibedakan dengan ludah maka hal itu tidak membatalkan puasa bila ditelan.
          • Jika ada sisa makanan di mulut yang bisa dipisahkan dari ludah dan dikeluarkan, seperti adanya biji wijen lalu bercampur dengan ludah dan bercampurnya karena dikunyah dengan sengaja atau digerak-gerakkan agar bercampur kemudian ditelan, maka hal itu membatalkan puasa. Begitu juga sisa makanan dalam bentuk nasi atau biji-bijian yang bisa dibuang tetapi justru dikunyah lalu ditelan, maka hal itu membatalkan puasa.
      3. Makruh
      4. Makruh, yaitu sesuatu yang dilarang, tetapi tidak dosa jika dilanggar dan tidak membatalkan puasa. Dihukumi makruh jika kita memasukan sesuatu ke dalam mulut tanpa kita telan hanya untuk main-main saja. Contohnya ketika ada seseorang yang sedang berpuasa kemudian dia dengan sengaja memasukkan permen atau es krim ke dalam mulutnya tanpa menelannya, maka hukumnya makruh dan tidak membatalkan puasa. Namun, apabila tiba-tiba tanpa disengaja permen yang ada di mulutnya tertelan maka batal, karena ia menelan dengan tidak sengaja yang disebabkan sesuatu yang tidak dianjurkan, yaitu telah bermain-main dengan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Berbeda jika melakukan sesuatu yang diperintahkan seperti berkumur kemudian tanpa sengaja ada air yang tertelan, maka hal itu tidak membatalkan puasa. Karena tertelan tidak sengaja disebabkan oleh sesuatu yang dianjurkan.
      5. Mubah
      6. Mubah adalah sesuatu yang boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, dan tidak mempengaruhi apa pun dari hukum puasa. Dihukumi mubah, yaitu ketika seorang juru masak mencicipi masakannya dengan niat untuk membenahi rasa. Di samping tidak membatalkan puasa, juga bukan merupakan pekerjaan yang makruh. Mencicipi makanan boleh-boleh saja. Bukan hanya juru masak saja yang diperkenankan, tetapi siapa pun yang memasak, dengan catatan tidak boleh ditelan. Dalam hal ini, dikatakan mubah dan tidak dikatakan makruh karena ada tujuan dan bukan untuk main-main.
      7. Sunnah
      8. Sunnah adalah dianjurkan untuk dilakukan dan ada pahalanya. Dihukumi sunnah, yaitu ketika kita berkumur-kumur di saat berwudhu. Berkumur saat berwudhu tetap disunnahkan biarpun dalam keadaan puasa asalkan tidak ditelan. Bahkan jika tertelan sekali pun tanpa sengaja maka tidak membatalkan puasa, karena tertelan dengan sengaja disebabkan oleh sesuatu yang dianjurkan, yaitu kesunnahan berkumur saat berwudhu. Hal ini tidak membatalkan puasa, dengan catatan berkumur-kumur dengan cara yang wajar dan tidak berlebihan.
    3. Hidung
    4. Memasukan sesuatu ke dalam lubang hidung membatalkan puasa. Batasan dalam lubang hidung adalah bagian yang jika kita memasukkan air akan terasa panas dan pedih (tersengak), yaitu hidung bagian atas yang mendekati mata kita. Adapun hidung di bagian bawah yang lubangnya biasa dijangkau jemari saat membuang kotoran hidung, jika kita memasukkan sesuatu ke bagian tersebut hal itu tidak membatalkan puasa.
    5. Telinga
    6. Menjadi batal jika kita memasukan sesuatu ke dalam telinga kita. Yang dimaksud dalam telinga adalah bagian dalam telinga yang tidak bisa dijangkau oleh jari kelingking kita saat kita membersihkan telinga. Jadi memasukkan sesuatu ke bagian yang masih bisa dijangkau oleh jari kelingking kita hal itu tidak membatalkan puasa baik yang kita masukkan itu adalah jari tangan kita atau yang lainya. Akan tetapi, kalau kita memasukkan sesuatu melebihi dari bagian yang dijangkau jemari kita seperti korek kuping atau air maka hal itu akan membatalkan puasa. Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama. Ada pendapat yang berbeda, yaitu pendapat yang diambil oleh Imam Malik dan Imam Ghazali dari mazhab Syafi’i, bahwa: “Memasukan sesuatu ke dalam telinga tidak membatalkan puasa.” Akan tetapi, lebih baik dan lebih aman jika tetap mengikuti pendapat kebanyakan para ulama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa memasukkan sesuatu ke lubang telinga adalah membatalkan puasa.
    7. Jalan Depan (Alat Buang Air Kecil)
    8. Memasukan sesuatu ke dalam lubang kemaluan adalah membatalkan puasa walaupun itu adalah sesuatu yang darurat, seperti dalam pengobatan dengan memasukkan obat ke lubang kemaluan atau pipa untuk mengeluarkan cairan dari dalam bagi orang yang sakit. Termasuk memasukan jemari bagi seorang wanita adalah membatalkan puasa. Maka dari itu, para wanita yang bersuci dari bekas buang air kecil harus hati-hati jangan sampai saat membersihkan sisa buang air kencing (beristinja) melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Bagi wanita yang ingin beristinja hendaknya hanya membasuh bagian yang terbuka di saat ia jongkok saja dengan perut jemari dan tidak perlu memasukan jemari ke bagian yang lebih dalam, karena hal itu akan membatalkan puasa. Dari sisi medis pun tidak sehat kalau cara membersihkan kemaluan adalah dengan cara membersihkan bagian yang tidak terlihat di saat jongkok, sebab yang demikian itu justru akan membuka kemaluan untuk kemasukan kotoran dari luar.
    9. Jalan Belakang (Alat Buang Air Besar)
    10. Memasukkan sesuatu ke lubang belakang sama hukumnya seperti memasukkan sesuatu ke jalan depan. Artinya, seseorang yang memasukkan sesuatu ke lubang belakang biarpun dalam keadaan darurat, seperti dalam pengobatan adalah membatalkan puasa, termasuk memasukkan jemari saat istinja (bersuci dari bekas buang air besar). Cara yang benar dalam istinja adalah cukup dengan membersihkan bagian alat buang air besar dengan perut jemari tanpa harus memasukkan jemari ke bagian dalam.
  2. Muntah dengan Sengaja
  3. Muntah dengan sengaja akan membatalkan puasa, baik dilakukan dengan wajar atau tidak, baik dalam keadaan darurat atau tidak. Seperti dengan sengaja mencari bau yang busuk lalu diciumi hingga muntah atau memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya agar bisa muntah. Berbeda jika muntah yang terjadi karena tidak disengaja maka hal itu tidak membatalkan puasa, dengan syarat kita tidak boleh menelan ludah yang ada di mulut kita sehabis muntah sebelum kita menyucikan mulut kita terlebih dahulu dengan cara berkumur dengan air suci. Jika di saat kita belum berkumur, kemudian kita langsung menelan ludah kita maka puasa kita menjadi batal, sebab muntahan adalah najis dan mulut kita telah menjadi najis karena muntahan, sehingga ludah di dalam mulut secara otomatis akan bercampur dengan najis, sehingga jika ditelan maka puasanya batal karena yang ditelan bukan lagi ludah yang murni, tetapi ludah yang telah bercampur dengan najis. Jika ada orang menggosok gigi kemudian dia muntah sementara dalam kebiasaanya ia tidak muntah saat menggosok gigi maka muntah tersebut dianggap tidak sengaja dan tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, jika dia tahu kalau setiap menggosok gigi akan muntah maka hukum menggosok gigi yang semula tidak haram menjadi haram dan jika ternyata benar-benar muntah maka puasanya menjadi batal. Apabila ada orang yang kemasukan lalat ke dalam mulutnya sampai melewati tenggorokannya, kemudian dia berusaha untuk mengeluarkannya hingga keluar maka puasanya menjadi batal, karena sama saja seperti muntah yang disengaja. Bahkan, kalau ditelan justru tidak membatalkan puasa, karena lalat masuk tanpa disengaja dan telah melewati batas tenggorokan. Berbeda dengan dahak, jika seseorang berdahak maka hal itu dimaafkan dan tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, dahak yang sudah keluar melewati tenggorokan tidak boleh ditelan dan itu membatalkan puasa. Batas tenggorokan adalah tempat keluarnya huruf “ح“makhraj huruf “ح”.
  4. Bersenggama
  5. Melakukan hubungan suami istri itu membatalkan puasa. Yang dimaksud bersenggama adalah jika seorang suami telah memasukkan semua bagian kepala kemaluannya ke lubang kemaluan sang istri dengan sengaja dan sadar kalau dirinya sedang berpuasa maka saat itu puasanya menjadi batal (dalam hal ini, tidak ada beda antara hubungan yang halal atau yang haram, seperti zina atau melalui lubang dubur atau dengan binatang). Adapun bagi sang istri, biarpun yang masuk belum semua bagian kepala kemaluan sang suami, asal sudah ada yang masuk dan melewati batas yang terbuka saat jongkok maka saat itu puasa sang istri sudah dianggap batal. Batalnya bukan karena bersenggama. Akan tetapi, batalnya karena memasukkan sesuatu ke lubang kemaluan dengan sengaja. Bagi suami yang membatalkan puasanya dengan bersenggama dengan istrinya, dosanya amat besar dan dia harus membayar kafarat dengan syarat berikut ini:
    • Dilakukan oleh orang yang wajib baginya berpuasa.
    • Dilakukan di siang hari bulan Ramadhan.
    • Dia ingat kalau dia sedang puasa.
    • Tidak karena paksaan.
    • Mengetahui keharamannya atau dia adalah bukan orang yang bodoh tentang keharamannya.
    • Berbuka karena bersenggama.
    Bagi orang tersebut dikenai hukuman:
    • Mengqadha puasanya.
    • Membayar kafarat (hukuman).
    Kafarat (hukuman) bersenggama di siang hari bulan Ramadhan adalah:
    1. Memerdekakan budak.
    2. Puasa selama dua bulan berturut-turut.
    3. Memberikan makan kepada 60 faqir-miskin dengan syarat makanan yang bisa digunakan untuk zakat fitrah.
      Hukuman yang harus dibayar dengan memilih salah satu dari tiga tersebut dengan berurutan. Jika tidak mampu melakukan “a” maka melakukan “b”, jika tidak mampu melakukan “b” maka membayar “c”.
  6. Keluar Mani dengan Sengaja
  7. Maksudnya adalah mengeluarkan mani dengan sengaja, dengan melakukan sesuatu yang menjadi sebab keluarnya mani. Seperti, ketika ada orang yang tahu bahwa jika dia mencium istrinya atau dia dengan sengaja menyentuh kemaluannya dengan tangannya sendiri atau dengan tangan istrinya akan keluar mani, kemudian ia melakukan hal itu semua hingga keluar mani maka puasanya menjadi batal, karena keluar mani tersebut terjadi dengan sengaja. Akan tetapi, menjadi tidak batal puasanya jika seandainya keluar mani tanpa disengaja seperti bermimpi bersenggama dan di saat terbangun benar-benar menemukan air mani di celananya.
  8. Hilang Akal
  9. Hilang akal ada tiga macam, yaitu:
    1. Gila
    2. Baik dengan sengaja seperti membenturkan kepalanya atau minum obat agar gila. Atau dengan tidak disengaja seperti tiba-tiba menjadi gila. Maka, hal itu semua membatalkan puasa walaupun sebentar.
    3. Mabuk dan pingsan:
      • Jika disengaja maka mabuk dan pingsan membatalkan puasa biarpun sebentar. Seperti dengan sengaja mencium sesuatu yang ia tahu kalau ia menciumnya pasti mabuk atau pingsan.
      • Jika mabuk dan pingsan terjadi dengan tidak sengaja maka akan dianggap membatalkan puasa, jika hal itu terjadi seharian penuh. Akan tetapi, jika masih merasakan sadar walau hanya sebentar di siang hari maka puasanya tidak batal. Seperti orang yang mabuk kendaraan atau mencium sesuatu bau yang ternyata menjadikannya mabuk atau pingsan sementara dan semua itu terjadi tidak diketahui kalau akan memabukan atau membuatnya pingsan. Dalam keadaan seperti itu maka puasanya tersebut dianggap sah, karena sempat tersadar di siang hari walaupun sebentar.
    4. Tidur
    5. Tidak membatalkan puasa walaupun terjadi seharian penuh.
  10. Haid
  11. Haid membatalkan puasa walaupun hanya sebentar sebelum waktu berbuka. Seperti, wanita yang kedatangan haid 2 menit sebelum masuk waktu Maghrib maka puasanya menjadi batal. Akan tetapi, pahala berpuasanya tetap utuh.
  12. Melahirkan
  13. Melahirkan adalah membatalkan puasa, baik itu mengeluarkan bayi atau mengeluarkan bakal bayi, yang biasa disebut dengan bakal janin saat keguguran. Seperti, seorang ibu hamil sedang berpuasa tiba-tiba melahirkan di siang hari saat berpuasa maka puasanya menjadi batal.
  14. Nifas
  15. Nifas juga membatalkan puasa. Misalnya, ada orang yang melahirkan ternyata setelah melahirkan tidak langsung keluar darah nifas, karena ia mengira tidak ada nifasnya akhirnya ia berpuasa, dan ternyata di saat berpuasa darah nifasnya datang maka saat itu puasanya batal.
  16. Murtad
  17. Murtad atau keluar dari Islam membatalkan puasa. Misalnya, seseorang sedang berpuasa tiba-tiba ia berkata, bahwa ia tidak percaya kalau Nabi Muhammad SAW adalah Nabi atau ada orang sedang berpuasa tiba-tiba menyembah berhala maka puasanya menjadi batal. Dan sebab murtad sangat banyak. Seperti, merendahkan Al-Quran, merendahkan Nabi Muhammad SAW, mempercayai adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan lain-lain.

Sumber : Buku Fiqih Praktis Puasa
Karya Buya Yahya (Pengasuh LPD Al-Bahjah)
Penerbit : CV. Pustaka Al-Bahjah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Post